-->

Cincopa Gallery

...
SP07h2xosbbkqVeFtGDx6IHrN3J20p9OptU54Mu3

SEJARAH AMDAL: KONFERENSI STOCKHOLM

SEJARAH AMDAL Deklarasi stockholm

Sebelumnya di artikel “AMDAL” kita udah mengulas apa itu AMDAL, tujuannya, isinya, dan proseduralnya. Tapi apa temen-temen nggak penasaran bagaimana AMDAL atau Environmental Impact Assesment yang terkenal ribet itu bias lahir ke dunia yang udah semrawut ini.

Sebenarnya pada UUD 1945 tercinta kita telah dimuat tentang lingkungan hidup, yaitu pada Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat.” Ayat tersebut menjadi fondasi awal dalam penyusunan dan perumusan peraturan perundangan lingkungan hidup di Indonesia.

Awalnya USA merupakan negara pertama yang memperkenalkan instrument pengendalian dampak segala macam kegiatan merusak kelestarian lingkungan. Yaitu, The National Enviromental Policy Act of 1969 (NEPA 1969). Instrument ini berbentuk peraturan yang nantinya banyak diadopsi oleh berbagai negara di belahan dunia.

KONFERENSI STOCKHOLM, TONGGAK AWAL
SEJARAH AMDAL Deklarasi stockholm
Kesemrawutan dunia udah diendus oleh PBB sebelum tahun 1972. Berkembangnya pembangunan dan perindustrian dengan sangat pesat dan eksponensial menimbulkan kekhawatiran pada sektor lingkungan.

Latar belakang diadakannya deklarasi ini adalah diselenggarakannya pertemuan dan konferensi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tentang lingkungan manusia. PBB merupakan organisasi internasional terbesar di dunia yang bergerak di banyak bidang, dimana salah satu tujuan PBB adalah dalam bidang pengembangan lingkungan dan interaksi manusia (Human Environment and Interaction). Persiapan konferensi dilakukan sejak tahun 1968 atas usulan negara Swedia.

Atas usulan Swedia pada pertemuan PBB terakhir pada 1968, akhirnya PBB melaksanakan konferensi tentang Lingkungan Manusia (United Nation Conference on Human Environment) pada tanggal 5 Juni 1972 sampai 16 Juni 1972. Pertemuan ini dilangsungkan di Stockholm, Swedia, Sehingga pertemuan ini kerap disebut sebagai Konferensi Stockholm. Konferensi Stockholm ini merupakan tonggak awal dari nafas-nafas pelestarian dan pengendalian lingkungan di dunia, termasuk di Indonesia. Hasil perumusan tersebut adalah:
1) Deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia
2) Rencana Aksi Lingkungan Hidup Manusia, terdiri dari 109 rekomendasi
3) Rekomendasi tentang kelembagaan dan keuangan yang menunjang pelaksanaan antara lain: i. Dewan Pengurus (UN Environmental Program, UNEP) ii. Sekretariat iii. Dana Lingkungan Hidup iv. Badan Koordinasi Lingkungan Hidup
4) Menetapkan tanggal 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

PASCA KONFERENSI STOCKHOLM
SEJARAH AMDAL Deklarasi stockholm
Perkembangan selanjutnya Komisi PBB membentuk World Commission on Environmental and Development (WCED), yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland, pada tahun 1983, dengan anggota terdiri dari berberapa negara, termasuk Indonesia (Prof.Dr.Emil Salim).

Selepas Deklarasi Stockhom 1972, lecutan kepada negara kita untuk memperbaiki system pengelolaan lingkungan hidup pun lahir. Hal ini diwujudkan dengan terbitnya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup).

Menurut dosen AMDAL saya, MERRY SIANIPAR, ST., M.SC.Eng , Ada yang menarik pada penerbitan UU No.4 Tahun 1982, karena undang-undang ini lahir pada situasi yang dilematis karena pembangunan Indonesia sedang pesat-pesatnya. Menurut beliau Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 lahir dalam situasi sebagai berikut:
• Saat negara kita sedang giatnya melancarkan pembangunan dengan pesat di semua segi kehidupan.
• Pembangunan selalu berhadapan dengan aspek ekologi lingkungan hidup.
• Pembangunan ialah hasil proses dari sumber daya (alam, lingkungan hidup, manusia).
• UUPLH adalah Undang-undang pokok yang merupakan dasar peraturan pelaksanaan bagi semua sektor yang menyangkut lingkungan hidup. Undang-undang ini berfungsi sebagai ketentuan payung (umbrella provision) bagi peraturan-peraturan lingkungan hidup yang sudah ada (lex lata) maupun bagi pengaturan lebih lanjut (lex feranda) atas lingkungan hidup.
• Corak ekologis negara kita sangat spesifik à Indonesia terdiri dari dua pertiga wilayah laut, yaitu terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, serta dua lautan raksasa yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik: Indonesia memiliki sumber alam yang kaya raya dan dihuni oleh penduduk dengan berbagai corak ragam suku, budaya, agama, tingkatan sosial ekonomi, dan lain-lain.

UU 4/1982 dan UU 23/1997 pada dasarnya memuat konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang sama dengan Deklarasi Stockholm 1972, misalnya kewenangan negara, hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup dan konsep lainnnya. Nah, Undang-Undang tersebutlah yang menjadi landasan lahirnya Peraturan-peraturan tentang pengelolaan lingkungan hidup lainnya seperti PP no 27 tahun 1999 tentang izin lingkungan (yang sekarang diganti PP no 27 tahun 2012), Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Permenlh No. 05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Permenlh No. 16 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup, Permenlh No. 08 Tahun 2013 Tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup Serta Penerbitan Izin Lingkungan, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor


Related Posts
Dandy W
Jobseeker and Word Worshipper

Related Posts

Posting Komentar