-->

Cincopa Gallery

...
SP07h2xosbbkqVeFtGDx6IHrN3J20p9OptU54Mu3

EMISI KARBON MINYAK SAWIT: SOLUSI ENERGI BERKELANJUTAN?

Dewasa ini, dunia dan khusunya Pemerintah Indonesia terus berinovasi untuk menghasilkan energi berkelanjutan yang ketersediaanya selalu ada dan tentu saja lebih bersih. Salahsatu energi berkelanjutan yang saat ini banyak diimplementasikan adalah energi yang berasal dari campuran minyak sawit. Minyak sawit dipilih karena satu hektar kelapa sawit dapat menghasilkan hampir 6.000 liter minyak mentah, sebagai pembanding, kedelai dan jagung hanya menghasilkan sekitar 446 dan 172 liter per hektar (Supraniningsih, 2012). Hal ini dilakukan agar emisi karbon yang dihasilkan dari proses pembakaran dapat menurun dibandingkan dengan yang dihasilkan dari energi 100% fosil (Setyadji, 2007). Emisi karbon menjadi penting dan menjadi perhatian karena merupakan parameter dan penyebab utama terjadinya efek Gas Rumah Kaca (GRK). Padahal sejatinya, walaupun emisi karbon yang dihasilkan berkurang, energi dari minyak sawit ini apabila dilihat secara menyeluruh tidaklah berkelanjutan.

Biodiesel/biosolar merupakan penerapan utama dari minyak sawit sebagai energi. Kandungan Fatty Acid Methly Ester (FAME) dari minyak sawit menjadi sumber utama dalam pembuatan biodiesel. Dalam negeri, PT. Pertamina menghadirkan beberapa variasi produk biodiesel seperti B20 dan B30 (Tobing, 2021). Variasi produk biodiesel dilihat dari komposisi campuran dari minyak sawit dan minyak solar, sebagai contoh B30 terdapat 30% minyak sawit dan 70% minyak solar (Kusumaningtyas, 2012). Dalam penggunaannya, biodiesel ini dapat mengurangi emisi sebesar 20% daripada diesel (Setyadji, 2007). Adapun, biodiesel memiliki kekurangan yaitu memerlukan perbaikan mesin yang lebih sering dibandingkan diesel, karena biodiesel lebih cepat menyebabkan mesin kotor dan memerlukan pembersihan.

Terbaru, inovasi Sustainable Aviation Fuel (SAF) yang dilakukan oleh maskapai Airbus yang menggunakan campuran minyak goreng dari minyak sawit. Pesawat yang digunakan adalah Airbus tipe A380 merupakan pesawat penumpang terbesar didunia. Untuk pertama kalinya pesawat terbang menggunakan minyak goreng dan buangan lemak. Pesawat ini terbang selama 3 jam dan diestimasikan mengurangi 53-71% emisi karbon dari bahan bakar pesawat pada umumnya (Iswara, 2022).  Secara global, pesawat udara menghasilkan 2% total produksi emisi karbon dioksida (CO2) per tahun, atau sebanyak 1 % dari emisi CO2 yang dihasilkan dari seluruh kendaraan dan diprediksi naik menjadi 3% sampai tahun 2050 (Purwanta, 2016).

Sebagai contoh kalkulasi perbandingan antara diesel dan biodiesel dari segi rasio emisi dan harga pasaran serta pajak karbon. Harga biodiesel adalah Rp 14.436 dan diesel Rp. 12.950. Kebutuhan solar/diesel untuk produksi dan pembangkit listrik di Indonesia sebesar 8,4 miliar liter (Martha, 2022). Apabila dalam bentuk biodiesel maka senilai Rp 121.262.400.000.000 dan diesel Rp 108.780.000.000.000. Dari aspek emisi, diesel menghasilkan 2,64 kg/Liter CO2e  (Lubis, 2016). Dikalikan dengan kebutuhan nasional maka dihasilkan 22.176.000.000 kg/tahun CO2e adapun biodiesel dengan pengurangan sebesar 20% emisi karbon maka didapat hasil 17.740.800.000 kg/tahun CO2e. Jadi terdapat perbedaan 4.435.200.000 kg/tahun CO2e antara diesel dan biodiesel. Apabila perbedaan tersebut dikalikan dengan pajak karbon yaitu Rp56,89 per kg CO2e (Elena, 2021). Maka ditemukan nilai sebesar Rp 252.318.528.000. Dapat dilihat bahwa penggunaan biodiesel lebih menguntungkan, walaupun lebih mahal tetapi apabila dilihat dari pajak karbon yang dihasilkan diesel, biodiesel jauh lebih menguntungkan.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan lainnya adalah dampak langsung dilingkungan. Dampak langsung dilingkungan dengan penggunaan minyak sawit ini adalah semakin luasnya perkebunan sawit yang kita semua tau bahwa mengorbankan hutan secara biotik maupun abiotik. Sebuah studi tentang deforestasi yang disebabkan oleh ekspansi kebun kelapa sawit setidaknya mencatat bahwa pada periode 1995-2015, deforestasi akibat perkebunan sawit mencapai rata-rata 117.000 hektare per tahun dan sekitar 3,4 juta ha atau 20,2% dari luas total kebun kelapa sawit di Indonesia berada di dalam kawasan hutan (Auriga, 2019). Bahkan, tercatat  setidaknya 387 spesies tanaman, 91 spesies ikan, 28 species reptile, 116 spesies burung dan 147 species mamalia terancam punah karena deforestasi kelapa sawit ini (Susanti, 2019).

Terakhir, faktor utama mengapa minyak sawit bukan merupakan solusi energi berkelanjutan adalah karena memiliki bahan baku yang langka. Hal ini disebabkan minyak sawit juga merupakan bahan baku pembuatan minyak goreng. Saat ini Indonesia mengalami kelangkaan minyak goreng yang sangat parah, walaupun Indonesia merupakan salahsatu produsen minyak sawit terbesar di dunia, hal ini masih menyebabkan kelangkaan didalam negeri sendiri (Anwar, 2022). Ini akan menjadi penyebab terjadinya persaingan minyak sawit maupun bahan baku biodiesel lainnya (jagung, kelapa, dll) sebagai bahan bakar dan kebutuhan pangan manusia.

Sebagai kesimpulan dari uraian diatas adalah minyak sawit digunakan sebagai campuran biodiesel untuk kendaraan dan SAF bagi pesawat. Emisi karbon yang dikurangi berada di rentang 20-30%. Secara kalkulasi, minyak sawit sebagai biodiesel menguntungkan dari segi rasio emisi karbon dan harga pasaran serta pajak karbonnya. Akan tetapi minyak sawit ini memiliki kekurangan dalam hal dampak lingkungan yang membutuhkan lahan yang luas sehingga mengorbankan hutan dan seisinya. Selain itu, kelangkaan bahan baku minyak sawit akan selalu menghantui apabila minyak sawit ini menjadi opsi sebagai bahan bakar.  Sehingga minyak sawit sebagai biodiesel merupakan energi ramah lingkungan dan bersih tetapi tidak berkelanjutan.

Referensi: 

Anwar, M. (2022, 03 14). Daftar Alasan Minyak Goreng Langka dan Mahal Versi Pemerintah. Retrieved from KOMPAS: https://money.kompas.com/read/2022/03/14/115733726/daftar-alasan-minyak-goreng-langka-dan-mahal-versi-pemerintah?page=all

Auriga. (2019). Tipologi penguasaan lahan perkebunan sawit di dalam kawasan hutan dan strategi penyelesaiannya,. Jakarta.

Elena, M. (2021, Oktober 8). Tarif Pajak Karbon dalam RUU HPP Dinilai Rendah, Kalah Dibandingkan Singapura. Retrieved from Ekonomi: https://ekonomi.bisnis.com/read/20211008/259/1452182/tarif-pajak-karbon-dalam-ruu-hpp-dinilai-rendah-kalah-dibandingkan-singapura

Iswara, A. (2022, 04 05). KOMPAS. Retrieved from Minyak Goreng Sukses Diuji Coba Jadi Bahan Bakar Pesawat Raksasa Airbus A380: https://www.kompas.com/global/read/2022/04/05/163000370/minyak-goreng-sukses-diuji-coba-jadi-bahan-bakar-pesawat-raksasa-airbus?page=all

Kusumaningtyas, R. (2012). Sintesis Biodiesel Dari Minyak Biji Karet Dengan Variasi Suhu dan Konsentrasi KOH untuk Tahapan Transesterifikasi. . Semarang: Jurnal Bahan Alam Terbarukan.

Lubis, K. (2016). Pemetaan Dispersi Karbon Dioksida. Medan: Universitas Sumatera Utara.

PM, M. (2022, April 12). Ekonomi. Retrieved from Kemenperin: Industri Dilarang Konsumsi Solar Bersubsidi: https://ekonomi.bisnis.com/read/20220412/44/1522010/kemenperin-industri-dilarang-konsumsi-solar-bersubsidi#:~:text=Berdasakan%20data%20Sistem%20Informasi%20Industri,juta%20liter%20di%20tahun%202019.

Purwanta, W. (2016). Profil Emisi Gas Buang Dari Pesawat Udara di Sejumlah Bandara di Indonesia. Tangeran: Pusat Teknologi Lingkungan (PTL), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) .

Setyadji, M. (2007). Pengaruh Penambahan Biodiesel Dari Minyak Jelantah Pada Solar Terhadap Opasitas dan Emisi Gas Buang CO, CO2 dan HC. Yogyakarta: Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN.

Supraniningsih, J. (2012). Pengembangan Kelapa Sawit sebagai Biofuel dan Produksi Minyak Sawit Serta Hambatannya. Jakarta: Universitas Darma Persada.

Susanti, A. (2019). Dilema Sawit: Antara Deforestasi dan Nasib Petani. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Tobing, S. (2021, Juni 11). Mengenal Biosolar B30, Bagaimana Pertamina. Retrieved from katadata.co.id: https://katadata.co.id/sortatobing/berita/60c3301497d12/mengenal-biosolar-b30-bagaimana-pertamina-menyalurkannya

 

Related Posts
Ahmad Amiruddin
Saat ini mengambil jurusan Teknik Lingkungan di Institut Teknologi Bandung. Seorang yang sangat menyukai membahas isu-isu yang ada di masyarakat utamanya mengenai masalah lingkungan. Selain mengenai lingkungan, juga tertarik dengan platform minyak dan gas, Desain serta Menulis. "VI VERI VENI VERSUM VIVUS VICI"

Related Posts

Posting Komentar